Selasa, 01 Mei 2012

Etika Bisnis : Kartel SMS di Indoensia

Sehubungan dengan diskusi Kasus Business Ethics kasus Indonesia tentang kartel sms, ada beberapa catatan oleh pemilik blog yang perlu dituliskan:
Karakteristik produk operator selular adalah berbeda dengan pembentukan kartel OPEC dengan minyaknya. OPEC mengadakan kartel dengan kesepakatan untuk membatasi kuantitas (Q) jumlah minyak yang akan diproduksi negara anggotanya. sehinggan dalam analisis oligopoli Cournot, dapat ditentukan jumlah Q yang akan diproduksi dengan memperhatikan Q pihak negara lain yang dapat memaksimalkan keuntungan.
Produk untuk SMS adalah kita tidak dapat menentukan  jumlah Q yang ada, karena servis ini tergantung pemakakain konsumen.
Perjanjian untuk mengadakan batasan harga SMS ini dilakukan untuk menghindari jatuhnya harga sms karena memang produsen berniat untuk memaksimalkan keuntungan dari layanan sms ini.dalam pasar oligopoli perilaku satu produsen akan sangat diamati oleh produsen lain, dan bagaimana respon tindakan akan dilakukan oleh rivalnya. sayangnya produsen tahu bahwa layanan sms ini sebenarnya tidak lagi memerlukan biaya produksi yang mahal namun berkeinginan untuk memaksimalkan keuntungan dengan seperti membentuk pasar monopoli.
dengan marjial cost yang mendekati nol, maka sebaiknya operator sms mengenakan biaya yang kecil saja atas layanan sms ini atau menggratiskannya saja.

Perbedaan opini terhadap kerjasama dengan supier

Toyota berhasil mengelola supliernya dengan menhindari banyak konflik dengan cara informal relationship. Pihak toyota datang kepada suplier untuk memberikan masukan atas imput yang diperlukan oleh toyota sehingga barang dari pemasok yang nantinya akan sampai pada toyota adalah benar benar barang yang sudah tepat kulifikasi dan standarnya seperti yang telah ditentukan oleh toyota. Dalam pengembangan Yaris baru, terdapat sebuah movie dimana dua orang CEO dari pihak suplier di Eropa mandapatkan dukungan ari pihak Toyota untuk mengembangkan produk yang diperlukan oleh Toyota.
Sesuai dengan pertanyaan diskusi, sebenarnya Toyota sampai dengan saat ini lebih memilih untuk mengembangkan informal relationship. Sehubungan keadaan force majur seperti contoh banjir di Thailan dan tsunami di Jepang, ada baiknya komponen yang diproduksi oleh suplier di daerah rawan bencana distandarisasikan dengan pasar yang sudah ada sekarang, seperti Covisin dan VWgroupsupply.com.
Dalam pengembangan industri car automaker ini, ada komponen utama dan ada komponen pendukung, nah untuk komponen pendukung ini sebaiknya distandarisasikan diseluruh perusahaan pabrikan mobil, sementara untuk komponen utama tidak perlu distandarisasikan. komponen-komponen universal seperti setir dan tuas persneling gigi ada baiknya distandarisasikan.
Toyota maupun GM, Ford, dan VW menggunakan multiresource, dalam suppliernya, hanya saja pasar internet GM, Ford, dan VW lebih luas dan banyak.
Kendala yang akan dihadapai oleh perusahaan untuk membuat sendiri internet based marketplace adalah besarnnya dana investasi yang diperlukan untuk membuat jaringan IT bersama suplier. ada penelitian bahwa perusahaan dengan omset 6 milyar dollar baru bisa mancapainya. terkadang kita temuai suplier kecil dengan barang berkualitas, kita tidak akan pernah dapat mengetahuinya jika kita hanya mengandalkan internet based marketplace.
Semoga bermanfaat diskusinya....