Rabu, 18 April 2012

Hub omset SPT dengan omset PHR

Pertanyaan
Ada selisih antara omset PHR dan omset dalam SPT tahunan PPh badan, omset PHR lebih rendah, sehingga wajib pajak diminta untuk menyetorkan selisih PHR yang tidak disetor sebagai omset, apa ketentuannya?

Jawaban
Dalam praktek wajib pajak restoran dan hotel tidak dikenakan PPN untuk makanan dan menginap dihotel, tetapi dikenakan PHR.
Omset yang dilaporkan untuk PHR dan SPT tahunan seharusnya sama. Omset PHR dikenakan tarif 10%.
Perbedaan tersebut sebaiknya dibetulkan saja. ada dua opsi: membetulkan omset di PHR atau membetulkan SPT tahunan.
Dalam hal ini berlaku cost and benefit analisis, jika omset SPT lebih besar dari omset PHR maka membetulkan omset PHR memiliki implikasi biaya lebih besar, sementara membetulkan omset SPT sehingga omset menjadi lebih kecil bahkan merugi akan lebih merepotkan karena diperiksa, padahal sudah barang tentu omset SPT lah yang kemungkinan besar benar.
oleh karena itu petugas pajak, menyarankan agar selisih PHR yang seharusnya dikenakan dilaporkan sebagai omset, atau tambahan penghasilan. Sesuai dengan definisi penghasilan adalah, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

  1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
  2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
  3. laba usaha; dst
Hal ini terdapat dalam pasal 4 UU PPh.
Semoga bermanfaat.

BEST PRACTISE IBM dengan teleworking

BEST PRACTISE IBM dengan teleworking
IBM sebagai sebuah contoh perusahaan besar yang menggunakan teleworking untuk menunjang pekerjaan yang dilaksanakan oleh karyawannya, sehingga karyawan dapat melaksanakan pekerjaanya dimana saja dan kapan saja. Bagaimanakah penggunaan teleworking mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam organisasi?
Teknologi sebagai alat tidak dapat melakukan apa apa tanpa manusia. Yang membentuk budaya organisasi adalah factor manusianya.
Dalam proses bisnis, kepercayaan menjadi sangat penting. Setiap orange dalam organisasi sejatinya memiliki agenda masing-masing. Maka dari itu pimpinan perlu mengarahkan agar orang dalam organisasi melaksanakan agenda-agenda organisasi. Diperlukan titik temu untuk melaksanakan agenda organisasi yang dalam hal ini tidak mudah, menemukan titik temu tersebut yang kita sebut sebagai melting pot.
Dalam era digital, dengan penggunaan teleworking, role model dalam organisasi menjadi tidak diperlukan lagi, karena ada alat teleworking yang meenjadi titik temu
Dalam membangun organisasi seperti IBM, agar efektif pelaksanaan teleworkingnyadiperlukan system, dimana system ini mendorong orang untuk melaksanakan komitmen organisasi. System yang dibangun harus anti politicking.
Teleworking hanyalah sekedar alat. Organisasi memerlukan etalaseorganisasi yang memberitahukan informasi awal tentang organisasi kita.
Dalam organisasi terdapat soft teknologi dan hard teknologi, hard teknologi ini harus kompatibel dengan soft teknologi. Tidak mungkin organisasi bisa berjalan dengan teknologi saja atau auto pilot.