Rabu, 24 April 2013

Pengaruh Budaya Terhadap Bisnis


A.    LATAR BELAKANG

Kegiatan Travel and Tourism atau Bisnis  Perjalanan dan Wisata adalah satu bisnis yang sifatnya terbuka. Pelaku bisnis ini dituntut untuk bisa menerima sebanyak-banyaknya pengunjung dan mengerti seluas-luasnya keinginan dan kebutuhan mereka. Berusaha menerima kebiasaan dan budaya atau culture pengunjung serta mengerti apa yang mereka butuhkan kemudian selama mereka melaksanakan kunjungan wisata ke wilyah tertentu. Bukan hal yang mudah memang untuk dapat melakukannya. Hal ini sering menjadi satu hal terabaikan dalam membenahi dunia kepariwisataan di Indonesia. Bentuk konkretnya, kita mungkin seringkali bertanya “Kenapa perkembangan dan pertumbuhan pariwisata di Bali berbeda dengan kawasan lain di Indonesia baik dalam hal jumlah wisatawan maupun rata-rata lama kinjungan, artinya Bali menjadi lebih maju dengan objek wisata yang sama? Kenapa Bali bisa menjadi primadona pariwisata Internasional sedangkan pengunjung yang berasal dari luar negeri sering tidak mengenal Indonesia ketika ditanyakan kepada mereka padahal mereka mengenal Bali ?”
Bisnis berupa kegiatan pariwisata memang bukan hal yang baru di Pulau Bali. Di Bali  iklim kepariwisataannya sangat dominan dan kental. Dalam artian tingkat kesadaran wisata masyarakat sangat tinggi. Jauh berbeda jika Bali dibandingkan dengan tempat lain di Indonesia yang terkadang bahkan memiliki modal wisata yang lebih besar. Tempat yang menarik lebih dari Pulau bali masih banyak. Sebut saja Bunaken, Pantai Senggigi, dan Yogyakarta, tentu tak kalah menarik. Banyak anak-anak dan remaja yang dengan sengaja memang dididik untuk mengembangkan serta mendukung kegiatan pariwisata Bali. Sebut saja sekolah kepariwisataan, perhotelan, bisnis, dan seni bisa dijumpai di Bali dengan jumlah relative lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain. Membudayakan budaya Bali dikalangan masyarakat sendiri juga menjadi tahapan yang telah dilewati. Kebiasaan senyum dan sapa yang ramah, kelihaian dalam pertunjukan menari, bahkan corak arsitektur yang dipertahankan yang didukung dengan peraturan daerah tertentu menjadi bukti bahwa kebudayaan yang diturunkan masyarakat terdahulu masih membudaya dalam diri masyarakat modern Bali. Dan bukan tidak mungkin tahapan membudidayakan budaya ini bisa saja dilewati kawasan lain dengan lebih baik. Artinya budaya sangat bisa dibentuk. Asal punya modal budaya asli yang unik sehingga bisa untuk dijual.
Pemahaman yang lebih tinggi akan kepariwisataan ini dibandingkan masyarakat di kawasan lain menyebabkan masyarakat Bali paham benar dengan konsep untuk menerima sebanyak-banyaknya dan mengerti seluas-luasnya tadi. Di Bali masyarakatnya lebih mampu untuk menerima budaya masyarakat luar yang masuk ke Indonesia. Contohnya kebiasaan minum-minuman keras yang mungkin tidak bisa diterima masyarakat di kawasan lain. Di Bali, masyarakat malah justru ikut menjual minuman keras. Masyarakat berusaha untuk mengerti tentang budaya asing yang akan masuk. Sedangkan contoh lainnya perihal agama, cara berpakaian, dan cara hidup yang tidak terlalu dipermasalahkan di Bali. Bali mencoba mengerti cara hidup masyarakat luar dalam hal ini lebih sering dari Negara asing. Ketika kita mencoba membatasi akan budaya yang boleh masuk dan yang tidak, maka pariwisata tidak akan berkembang seperti di Bali. Misalnya menerapkan kebijakan untuk memeriksa pasangan yang akan masuk ke hotel dengan Surat Nikah. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat dari Negara asing atau pasangan bule yang tidak mensakralkan pernikahan seperti di Indonesia. Demikian sama halnya ketika wanita berkerudung dilarang mengenakan kerudung di Eropa. Hal-hal yang tidak nyaman dengan berlatar belakang dari tidak adanya pemahaman untuk menerima ini membuat kegiatan pariwisata tidak berkembang.
Proses selanjutnya dari kedatangan para pengunjung adalah mereka akan mencari tempat akomodasi untuk tinggal di Bali. Baik berupa penginapan sederhana berupa hotel melati sampai dengan hotel bintang lima sesuai dengan cita rasa dan preferensi mereka. Maka kegiatan travel and tourism ini akan menimbulkan permintaan akan hunian sementara yang memiliki pasar yang besar.
Berikut ini adalah data banyaknya wisatawan yang datang ke Indonesia berdasarkan pintu masuk yang dimulai bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012.








Tabel 1. Banyaknya Wisatawan yang datang berdasarkan pintu Masuk Tahun 2012
( Jan-Mei)
         Sumber : BPS

Berdasarkan data diatas, Bandara Ngurah Rai menjadi entry port yang paling banyak dengan jumlah kinjungan tertinggi di bulan Januari 2012. Hal ini seiring dengan musim liburan bagi wisatawan di tahun baru maupun pergantian musim. Berdasarkan table di atas dapat dijadikan indikator bahwa memang kegiatan bisnis pariwisata di Bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan kawasan lain.


B.     TINJAUAN PUSTAKA

Budaya menurut Mulyana dan Rakhmat adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, luas dan abstrak. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan social manusia1
Pemahaman akan tren pasar yang kurang dan apa yang turis butuhkan membuat kawasan lain kurang berkembang. Salah satunya adalah di daerah Sumatera Barat. Sumatera Barat merupakan salah satu kawasan strategis yang memang direncanakan untuk fungsi wisata sejak jaman rezim Presiden Soeharto2. Akan tetapi perkembangan sektor pariwisata berjalan lambat karena kurangnya kajian terhadap tren permintaan pasar dan kurangnya pemahaman. Kurangnya alternative objek wisata menjadi masalah utama disini. Objek wisata yang dominan berupa wisata alam dan sejarah tidak diimbangi fasilitas lain yang disesuaikan dengan tren pasar. Sumatera Barat menyediakan Bukittinggi sebagai tujuan wisata alam dan sejarah tapi memaksa pengunjung untuk ikut “hidup primitif”. Hotel berbintang masih kurang, lapangan golf minim, potensi wisata alam sekedar cukup untuk ditontoni tanpa pengelolaan lebih lanjut. Berbeda dengan Bali dimana ketika pengunjung jenuh dengan pantai, malamnya mereka bisa dugem, paginya bisa golf, siangnya ke pegunungan, sorenya wisata religi, dan lain-lain. Keberagaman alternatif things to see, do, and buy di Bali menciptakan lebih banyak alasan bagi pengunjung untuk datang ke Bali3. Bahkan lagi dan lagi. Pada prinsipnya dalam berwisata, traveler selalu ingin mengambil waktu liburan sesingkat mungkin dan mengunjungi tempat wisata sebanyak mungkin. Hal ini yang harus disikapi jeli oleh pihak penyedia kawasan wisata. Perhatian akan tren pasar dan sekali lagi kesediaan untuk menerima dan mengerti cara hidup dan apa yang diinginkan oleh pengunjung. Karena sekali lagi pariwisata adalah suatu bisnis yang memerlukan keterbukaan. Semakin kita menutup diri maka kita akan semakin memboikot kepariwisataan.
Kegiatan wisata telah menjadi subjek yang penting dalam kajian budaya. Dibanyak tempat didunia kegiatan pariwisata juga menjadi agen untuk konstruksi dan rekonstruksi budaya tradisional. Fakta yang ada sekarang adalah pakaian adat atau tradisional, rumah adat, tari-tarian adat hanya ada ketika ada pengunjung atau wisatawan datang ke daerah tesebut4. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan, memang budaya asli yang ada menjadi keunggulan suatu daerah akan mendatangkan bisnis pariwisata dan turunannya seperti akomodasi hotel dan restoran. Hal ini mengingat bahwa para wisatawan akan memerlukan tempat tinggal sementara dan kebutuhan akan makanan.
Kegiatan bisnis hotel pada dekade terkahir telah meninjukkan bahwa telah terjadi akselerasi ekspansi dalam bisnis tersebut5. Beroperasinya hotel dengan beragam manajemen yang sangat ternama sebut saja Conrad Hilton, Swiss Bell Hotel,  dan Kempinsky telah mendunia. Mereka menjadi pemain-pemain internasional yang menangkap peluang perkembangan bisnis pariwisata dan akomodasi.


C.    ANALISIS

Berdasarkan tinjauan pustaka pada bab diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya menjadi faktor penting dalam bisnis pariwisata. Daya tarik budaya, menjadi magnet bagi kedatangan wisatawan. Tentu para wisatawan tinggal di tempat tujuan akan memerlukan beragam akomodasi tempat tinggal yang akan mempengaruhi bisnis turunan dari pariwisata yaitu hotel dan restoran (tempat tinggal dan makanan). Hal ini dapat digambarkan dalam sebuah hubungan sebagai berikut:
Oval: Budaya sebagai daya tarik Oval: Kunjungan wisatawan Oval: Permintaan akomodasi hotel
 








D.    KESIMPULAN

Budaya akan menjadi daya tarik wisata yang akan mengakibatkan kunjungan wisatawan ke suatu wilayah. Kunjungan wisatawan ini akan memunculkan permintaan jasa akomodasi yang membuat bisnis hotel semakin berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Ayoun, B. (2008), “Does national culture affect hotel managers’ approach to business strategy ?”,
               International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol 20,No 1, pp.7-18.
Badan Pusat Statistik (2012), Statistik Indonesia. Jakarta, Indonesia
Mulyana, D dan Rakhmat, J. (2006), Komunikasi antar budaya: Panduan Berkomunikasi
             dengan  Orang-orang berbeda budaya. Bandung: Penerbit Remaja.
Yamashita, S.(1999),”Bali Cultural Tourism and Touristic Culture”, Proquest Research Library, Vol 67,
               pp.177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar